Senin, 20 Oktober 2014

ASKEP HEMOFILIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Hematologi ialah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan jaringan limforetikuler serta kelainan-­kelainan yang timbul darinya. Hematologi mempelajari baik keadaan fisiologik maupun patologik organ-organ tersebut di atas sehingga hematologi meliputi bidang ilmu kedokteran dasar maupun bidang kedokteran klinik.
Di bidang ilmu penyakit dalam, hematologi merupakan divisi tersendiri yang bergabung dengan subdisiplin onkologi medik. Perkembangan bidang hematologi demikian cepat terutama akibat perkembangan imunologi, biologi molekuler, dan genetika. Oleh karena itu, timbul pengkhususan mengenai anemia, keganasan hematologi, penyakit perdarahan (hemorrhagic diathesis) dan transfusi darah, yang banyak menyang­kut imunohematologi.
Salah satu penyakit perdarahan adalah hemophili. Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928. Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Namun mayoritas penderita hemofilia adalah pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata sebanyak 30 persen tak diketahui penyebabnya. Sehingga perlu ada penjelasan lanjut mengenai hemophilia agar profesi keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik.


1.2  Permasalahan
1.      Bagaimana Konsep Medis dari Hemofilia ?
2.      Bagaimana Konsep Keperawatan dari Hemofilia ?


1.3  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Konsep Medis dari Hemofilia
2.      Mengetahui Konsep Keperawatan dari Hemofilia




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Konsep Medis
2.1.1        Pengertian
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.
Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius yang berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI. Biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan yang diturunkan melalui gen resesif pada kromosom x dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan ibu karier hemofilia dan sering pada bayi dan anak-anak.
v  Klasifikasi berdasarkan faktor pembekuan:
a.       Hemophilia A
Merupakan hemophilia klasik dan terjadi karena defisiensi faktor VIII. Sekitar 80% kasus adalah hemophilia A.
b.      Hemophilia B
Terjadi karena defisiensi faktor IX. Faktor IX diproduksi di hati dan merupakan salah satu faktor pemebekuan dependent vitamin K. Hemophilia B merupakan 12-15% kasus hemophilia. 
v  Klasifikasi hemophilia berdasarkan kadar konsentrasi faktor pembekuan:
a.       Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari 1 %.
b.      Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.
c.       Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.



2.1.2        Etiologi
a.      Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah memang menurun dari generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya, yang bisa secara langsung maupun tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan bebagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar pembeku darah (fibrin). (Price & Wilson, 2003.)
b.      Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurangan faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Aktifasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktifasi faktor X yang kompleks (”Xase”), sehingga hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jika trombin mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka. (Price & Wilson, 2003)
2.1.3        Patofisiologi
Pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan faktor VIII, yaitu Anti Hemophiliac Faktor (AHF) atau faktor IX. AHF dalam mekanisme pembekuan darah intrinsik, membantu dalam poses aktivasi  faktor X manjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk aktivator protrombin, di mana aktivator protrombin yang akan membantu proses pengubahan protrombin  menjadi trombin. Trombin  inilah yang bekerja pada fibrinogen yang akan membantu terbentuknya molekul fibrinogen monomer. Molekul fibrinogen monomer inilah yang akan membentuk benang-benang fibrin yang panjang yang merupakan reticulum bekuan darah .
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII atau IX, maka tidak akan terbentuk benang-benang fibrin yang merupakan reticulum bekuan darah sehingga darah sulit membeku (hemofila) karena malalui defisiensi faktor VIII maupun IX, tidak akan terbenatuk faktor X teraktivasi yang membantu pembentukan aktivator protrombin. Karena aktivator protrombin tidak terbentuk, maka trombin  juga tidak terbentuk. Hal ini akan menagkibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin sehingga pemebekuan darah sulit terjadi. Perdarahan di bagian dalam dapat mengganggu fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi kaku dan lumpuh, bahkan kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan kematian pada usia dini (Sylvia, 2006).
2.1.4        Manifestasi Klinik
·         Gejala khasnya : hematrosis (perdarahan sendi) yang nyeri dan menimbulkan keterbatasan gerak. Pendarahan sendi berulang dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi) sendi.
·         Memar besar dan meluas dan pendarahan ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil.
·         Persendian yang bengkak, nyeri atau pembengkakan pada tungkai atau lengan (terutama lutut atau siku) bila perdarahan terjadi.
·         Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum mereka dewasa.
·         Perdarahan hebat karena luka potong yang kecil.
·         Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi.
Sebelum tersedia konsentrat faktor VIII, kebanyakan pasien meninggal akibat komplikasi hemofilia sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ada juga penderita hemofilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai sekitar 5% dan 25% kadar faktor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak mengalami nyeri dan kecacatan pada otot maupun pendarahan sendi, namun mengalami perdarahan ketika cabut gigi atau operasi. Namun demikian, perdarahan tersebut dapat berakibat fatal apabila penyebabnya tidak diketahui dengan segera.
2.1.5        Pemeriksaan Fisik
§  Inspeksi : adanya pendarahan akut maupun kronik, ada terlihatnya bengkak, memar, membran mukasa dan kulit pucat, kelemahan, stomatitis.
§  Palpasi: Terasa adanya benjolan, pada bagian tertentu yang disentuh akan terasa sakit.
NB : Gejala dapat terlihat jika mengalami kecelakaan, trauma yang mengakibatkan perdarahan.
·         Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan perdarahan selama periode eksaserbasi:
-          Pembentukan hematoma (subkutan atau intramuscular)
-          Neuropati perifer karena kompresi saraf perifer dan hemoragi intramuscular
-          Hemoragi intracranial- sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan pada tingkat kesadaran, peningkatan TD dan penurunan frekuensi nadi, serta ketidaksamaan pupil
-          Hematrosis- perdarahan pada sendi
-          Hematuria
-          Epitaksis
2.1.6        Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Lab. darah
Hemofilia A :
·         Defisiensi faktor VIII
·         PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
·         PT (Protrombin  Time/ waktu protombin) memanjang
·         TGT (Thromboplastin Generation Test) / diferential APTT dengan plasma abnormal
·         Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
Hemofilia B :
·         Defisiensi faktor IX
·         PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
·         PT (Protrombin  Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan normal
·         TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum abnormal
2.      Uji skrinning untuk koagulasi darah.
·         Jumlah thrombosit (normal)
·         Masa protrombin (normal)
·         Masa thromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan factor koagulasi intrinsic)
·         Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan thrombosit dalam kapiler)
·         Assys fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
·         Masa pembekuan thrombin
3.      Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
4.      Uji fungsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati penyakit hati. Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), Serum Glutamic Oxaloacetic Tansaminase (SGOT), Fosfatase alkali, bilirubin.
5.      Venogram (menunjukkan sisi actual dari thrombus)
6.      Ultrasonograph Dopples / Pletismografi (menandakan aliran darah lambat melalui pembuluh darah)
2.1.7        Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang lazim dilakukan pada klien ini adalah sbb:
·         Transfusi periodic dari plasma beku segar (PBS)
·         Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan pembedahan
·         Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
Terapi Suportif yangDdiberikan Pada Klien dengan Hemofilia
·         Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor anti hemophilia yang kurang.Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
·         Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
·         Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
·         Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
·         Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemophilia
·         Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)
·         Rehabilitasi medik
Terapi Pengganti Faktor pembekuan
·         Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemophilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tsb dibutuhkan faktor anti hemophilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
·         Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan dengan memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tsb. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi.
2.1.8        Komplikasi
1.      Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan. Pada sekitar dua pertiga kasus, inhibitor menghilang sendiri atau dengan pengobatan yang dikenal sebagai terapi toleransi imun (ITT) atau induksi toleransi imun (ITI). Pada kasus hemofilia A berat dengan inhibitor menetap, konsentrat faktor lainnya, seperti berkonsentrasi protrombin diaktifkan faktor kompleks atau VIIA rekombinan, yang diberikan untuk upaya membantu kontrol pendarahan. 7,10
2.      Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti :10
a.       Lutut
b.      Pergelangan kaki
c.       Siku
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru yang mempunyai penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti :
a.       Panggul
b.      Bahu
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi. 
3.      Infeksi yang ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal.


2.2     Konsep Keperawatan
2.2.1        Pengkajian
a.   Aktivitas
Tanda : Kelemahan otot
Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.
b.   Sirkulasi
Tanda : kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/ tanda perdarahan serebral
Gejala : Palpitasi
c.   Eliminasi
Gejala : Hematuria
d.   Integritas Ego
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, marah.
Gejala : Perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.
e.   Nutrisi
Gejala : Anoreksia, penurunan berat badan.
f.    Nyeri
Tanda :.Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
g.   Keamanan
Tanda : Hematom
Gejala : Riwayat trauma ringan.\
§  Terjadi perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai dengan rasa
nyeri dan terjadi bengkak.
§  Perdarahan sendi yang berulang menyebabkan menimbulkan Atropati hemofilia
dengan menyempitnya ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang terbatas.
Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria yang
berlebihan, dan juga perdarahan otak.
§  Terjadi Hematoma pada Extrimitas.
§  Keterbatasan dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan.

2.2.2        Diagnosa Keperawatan
1.         Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif
2.         Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif akibat perdarahan
3.         Nyeri berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi
4.         Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan sendi
5.         Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
6.         Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
7.         Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cedera
2.2.3        Intervensi Keperawatan
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan perfusi jaringan perifer kembali efektif
Kriteria hasil : Tidak terjadi penurunan kesadaran, pengisian kapiler baik, perdarahan dapat teratasi
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.   Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi

2.   Kaji yang mendasari dan banyaknya darah yang keluar



3.   Kaji TTV

4.   Bantu klien untuk meninggikan posisi kepala lebih tinggi daripada badan

Kolaborasi:
5.   Pemberian tranfusi darah.



6.   Pemberian O2 sesuai indikasi

1.   Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada klien sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya
2.   Dengan mengetahui penyebab perawat dapat mengkaji dan menghilangkan penyebab. Banyaknya darah yang dikeluarkan dapat diberikan intervensi yang tepat
3.   Untuk menentukan intervensi selanjutnya
4.   Posisi kepala lebih tinggi kira-kira 30 – 450 dapat mempertahankan masukan O2 yang adekuat, agar kebutuhan tubuh terhadap O2 dapat terpenuhi

5.   Memperbaiki / menormalkan jumlah sel darah merah dan meningkatkan kapasitas pembawa oksigen sehingga perfusi jaringan menjadi adekuat.
6.   Pemberian O2 sesuai indikasi dapat memenuhi kebutuhan O2 klien

2.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif akibat perdarahan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
·         Membrane mukosa lembab
·         Turgor kulit baik
·         Cairan masuk dan cairan keluar seimbang
·         TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60 – 100 kali per menit, RR: 16 – 20 kali per menit, Suhu: 36 - 370C
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.   Kaji tingkat perdarahan dan pembekuan perdarahn klien





2.   Pertahankan istirahat di tempat tidur selama perdarahan aktif



3.   Hindarkan klien dari trauma yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan

4.   Ajari klien untuk mengkonsumsi makanan/meningkatkan intake makanan yang kaya dengan vit K




5.   Awasi tingkat intake output klien dan tingkatkan intake bila terjadi perdarahan hebat pada klien

Kolaborasi:
6.   Pemberian tranfusi produk-produk darah yang kurang pada komponen darah klien yang mengganggu proses koagulasi seperti tranfusi plasma, faktor VIII/IX

1.   Dengan mengetahui penyebab kurangnya volume cairan maka perawat dapat menghilangkan penyebabnya, mengetahui tingkat perdarahan untuk pemberian intevensi selanjutnya. Pembekuan darah yang abnormal berubungan dengan penyakit klien.
2.   Istirahat yang teratur di tempat tidur, diharapkan membuat keadaan klien rileks dan dapat menurunkan ketegangan. Perdarahanpun diharapkan dapat diatasi.
3.   Trauma atau penyebab lain yang dapat menimbulkan perdarahan dapat memperburuk kondisi klien dari kekurangan volume cairan.
4.   Vitamin K adalah asupan bagi tubuh yang dapat meningkatkan proses koagulasi sehingga perdarahan pada klien dapat berkurang, dengan adanya proses koagulasi yang normal serta hanya sedikit darah yang berbuang dan keluar dari tubuh.
5.   Peningkatan intake yang diberikan pada klien diharapkan dapat menyeimbangkan cairan yang keluar dari perdarahan.


6.   Tranfusi produk-produk darah yang kurang pada komponen darah klien dapat melengkapi komponen darah yang kurang, mencegah perdarahan yang hebat, dan proses pembekuan darah dapat terjadi dengan normal.  

3.      Nyeri berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri klien terkontrol
Kriteria Hasil :
·         Adanya laporan rasa nyeri klien berkurang
·         Ekspresi wajah klien tidak meringis
·         Klien tidak tampak gelisah
·         TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60 – 100 kali per menit, RR: 16 – 20 kali pe menit, Suhu: 36 - 370C
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.   Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas (skala 0-10)
2.   Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh tekhnik relaksasi, perubahan posisi dengan sering.
3.   Berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi


4.   Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri

5.   Berikan kompres hangat pada lokasi nyeri


Kolaborasi
6.   Berikan analgetik, sesuai indikasi.

1.   Perubahan lokasi atau karakter atau intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya  komplikasi atau perbaikan.
2.   Meningkatkan relaksasi.


3.   Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas pada suara – suara bising dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
4.   Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
5.   Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri di lokasi yang paling dirasakan.

6.   Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat serta meningkatkan kenyamanan dan istirahat. Catatan : Narkotik mungkin merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan ketidak-akuratan dalam pemeriksaan neurologis.

4.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan sendi
Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan tidak terjadi gangguan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil :
·         Klien mampu beradaptasi dengan keterbatasan fungsional tubuhnya
·         Tonus otot klien kuat
·         Klien mampu berpindah posisi dengan mandiri

Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.   Kaji kekuatan motorik, kemampuan secara fungsional


2.   Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi

3.   Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
4.   Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikian juga latihan resisif dan isometric jika memungkinkan.


5.   Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.


6.   Posisikan dengan bantal,




7.   Gunakan bahan kecil/tipis di bawah leher
8.   Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, berjalan.

9.   Berikan lingkungan yang aman.

Kolaborasi:
10.                Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.




11.                Berikan matras busa/pengubah tekanan

12.                Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid

1.      Menentukan perkembangan/ munculnya kembali tanda yang
menghambat tercapainya tujuan pasien
2.      Tingkat aktivitas/latihan tergantung dari perkembangan/resolusi dari proses inflamasi.
3.      Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
4.      Mempertahankan/meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot, dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan kekuatan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
5.      Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Teknik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
6.      Meningkatkan stabilitas jaringan (mengurangi risiko cedera) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktur.
7.      Mencegah fleksi leher

8.      Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.


9.      Menghindari cedera akibat kecelakaan/jatuh.

10.  Berguna dalam memformulasi program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat/bantuan mobilitas.
11.  Menurunkan tekanan pada jaringan yang udah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas.
12.  Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.

5.   Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan …… x 24 jam anak mampu mempertahankan berat badan yang stabil
Kriteria hasil :
·         Asupan nutrisi adekuat
·         Berat badan normal
Intervensi
Rasional
1.      Observasi dan catat masukan makanan anak
Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
Berikan nutrisi yang adekuat secara kualitas maupun kuantitas.
Mencukupi kebutuhan kalori setiap hari.
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai dengan kalori
Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap hari.
Anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan malnutrisi yang serius.
Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi
Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.

6.      Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan klien tidak mengalami ansietas.
Kriteria Hasil :
·            Klien mengatakan ansietasnya berkurang
·            Klien mengatakan mampu mengontrol ansietas
·            Klien mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada klien
·            Klien menunjukkan penurunan respon stress
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.   Catat adnaya, kegelisahan, menolak, dan/ atau menyangkal (afek tak tepat atau menolak mengikuti program medis)
2.   Bina hubungan saling percaya
3.   Dorong pasien/ orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.
4.   Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat


Kolaborasi:
5.   Berikan anticemas/ hipnotik sesuai indikasi, contoh: diazepam (valium), flurazepam (dalmane), lorazepam (ativan)

1.   Mengatahui drajat kecemasan klien



2.   Dapat mengurangi kecemasan klen
3.   Berbagi informasi membentuk dukungan/ kenyamanan dan dapat menghilangkan ketegangan terhadap khekawatiran yang tidak diekspresikan
4.   Memungkinkan waktu untuk mengekspresikan perasan, menghilangkan cemas dan prilaku adaptif

5.   Meningkatkan relaksasi/ istirahat dan menurunkan rasa cemas


7.      Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cedera
Tujuan/Kriteria hasil : Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi.
Intervensi
Rasional
Mandiri:
1.      Pertahankan keamanan tempat tidur klien, pasang pengaman pada tempat tidur

2.      Hindarkan dari cedera, ringan – berat




3.      Awasi setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cedera
4.      Anjurkan pada keluarga untuk segera membawa pasien ke RS jika terjadi injuri

5.      Jelaskan pada keluarga pentingnya menghindari cedera.

1.   Jaringan rapuh dan gangguan mekanisme pembekuan menigkatkan resiko perdarahan meskipun cidera /trauma ringan
2.   Pasien hemofilia mempunyai resiko perdarhan spontan tak terkontrol sehingga diperlukan pengawasan setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cidera
3.   Identifikasi dini dan pengobatan dapat membatasi beratnya komplikasi
4.   Keluarga dapat mengetahui manfaat dari pencegahan cidera/ resiko perdarahan dan menghindari injuri dan komplikasi.
5.   Menurunkan resiko cidera /trauma


2.2.4        Evaluasi
                        1.   Tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran, pengisian kapiler berjalan normal, perdarahan dapat teratasi.
                        2.   Menunjukkan perfusi yang adekuat misalnya:
b.         Membran mukosa berwarna merah muda.
c.          Mental kembali seperti biasa
3.   Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat dibuktikan oleh haluaran urine individu tepat dengan berat jenis mendekati normal, tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler normal
4.   Nyeri dapat teratasi
5.   Dapat melakukan mobilisasi fisik secara normal
6.   Kebutuhan nutrisi terpenuhi
7.   Ansietas dapat teratasi
8.   Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi.



























BAB III
PENUTUP
3.1        Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan mengenai faktor pembekuan yang diturunkan melalui gen resesif pada kromosom x dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan ibu karier hemofilia dan sering pada bayi dan anak-anak. Tindakan keperawatan dilakukan dengan tujuan meminimalkan komplikasi. Salah satu upayanya dengan memberikan infromasi pada keluarga tentang perawatan di rumah   
3.2        Saran
Diharapkan perawat lebih mengerti tentang hemofilia,dan disarankan perawat  lebih banyak lagi mencari informasi tentang hemofilia sehingga lebih bisa menambah wawasannya sehingga dalam aplikasi pada pasien hemofilia lebih maksimal.

















DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A, 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4. Jakarta:  Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Anonim. 2011. Hemofilia. http://medlinux.blogspot.com/2011/03/ hemofilia.html. (diakses : 27 Maret 2012).
Betz,Cecily Lynn.2009.Buku Saku Keperawatan Pediatri.Jakarta : ECG
Hidayat,Aziz Alimul.2006.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Jakarta : Salemba medika.
Permono,Bambang.2005.Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.Ikatan dokter anak.
Anonim. 2011. Hemofilia. http://www.hemofilia.or.id/hemofilia.php. (diakses : 27 Maret 2012).
Doenges,Marillyn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Carpenito – Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kamus Kedokteran Dorland. 1994. Ed.26. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Mansjoer, Arif. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed3. Media Aesculapius. FK UI. 2000.


                                   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar