BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hematologi
ialah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan
jaringan limforetikuler serta kelainan-kelainan yang timbul darinya.
Hematologi mempelajari baik keadaan fisiologik maupun patologik organ-organ
tersebut di atas sehingga hematologi meliputi bidang ilmu kedokteran dasar
maupun bidang kedokteran klinik.
Di
bidang ilmu penyakit dalam, hematologi merupakan divisi tersendiri yang
bergabung dengan subdisiplin onkologi medik. Perkembangan bidang hematologi
demikian cepat terutama akibat perkembangan imunologi, biologi molekuler, dan
genetika. Oleh karena itu, timbul pengkhususan mengenai anemia, keganasan
hematologi, penyakit perdarahan (hemorrhagic
diathesis) dan transfusi darah, yang banyak menyangkut imunohematologi.
Salah
satu penyakit perdarahan adalah hemophili. Kata
hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di
Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah
hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter
berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928.
Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Namun
mayoritas penderita hemofilia adalah pria karena mereka hanya memiliki satu
kromosom X. Sementara kaum hawa umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier).
Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya seorang
hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang
terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata sebanyak 30 persen
tak diketahui penyebabnya. Sehingga perlu
ada penjelasan lanjut mengenai hemophilia agar profesi keperawatan dapat
memberikan asuhan keperawatan yang baik.
1.2
Permasalahan
1. Bagaimana
Konsep Medis dari Hemofilia ?
2. Bagaimana
Konsep Keperawatan dari Hemofilia ?
1.3
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
Konsep Medis dari Hemofilia
2. Mengetahui
Konsep Keperawatan dari Hemofilia
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep
Medis
2.1.1
Pengertian
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang
terdiri dari dua kata yaitu haima yang
berarti darah dan philia yang berarti
cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang
artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.
Hemofilia adalah
kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius yang berhubungan
dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI. Biasanya hanya terdapat pada anak
laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif. (Kapita Selekta Kedokteran,
2000)
Hemofilia merupakan gangguan
mengenai faktor pembekuan yang diturunkan melalui gen resesif pada kromosom x
dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan ibu karier hemofilia dan sering
pada bayi dan anak-anak.
v
Klasifikasi berdasarkan faktor pembekuan:
a. Hemophilia
A
Merupakan hemophilia
klasik dan terjadi karena defisiensi faktor VIII. Sekitar 80% kasus adalah
hemophilia A.
b. Hemophilia
B
Terjadi karena
defisiensi faktor IX. Faktor IX diproduksi di hati dan merupakan salah satu
faktor pemebekuan dependent vitamin K. Hemophilia B merupakan 12-15% kasus
hemophilia.
v Klasifikasi
hemophilia berdasarkan kadar konsentrasi faktor pembekuan:
a. Hemofilia
berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari
1 %.
b. Hemofilia
sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.
c. Hemofilia
ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.
2.1.2
Etiologi
a. Faktor
Genetik
Hemofilia atau
penyakit gangguan pembekuan darah memang menurun dari generasi ke generasi
lewat wanita pembawa sifat (carier) dalam keluarganya, yang bisa secara
langsung maupun tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel tubuh manusia
terdapat 23 pasang kromosom dengan bebagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom
ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna
rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah sepasang kromosom di
dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk tersebut. Seorang pria
mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua
kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat
tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang
diperlukan bagi komponen dasar pembeku darah (fibrin). (Price & Wilson,
2003.)
b.
Faktor Epigenik
Hemofilia A
disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurangan faktor
IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari
faktor VIII ini tereduksi. Aktifasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein
faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi
kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX
aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional
aktifasi faktor X yang kompleks (”Xase”), sehingga hilangnya atau kekurangan
kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas
faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin,
sehingga jika trombin mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah
dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam
penyembuhan luka. (Price & Wilson, 2003)
2.1.3
Patofisiologi
Pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan
darah di jalur intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu
menghasilkan faktor VIII, yaitu Anti Hemophiliac Faktor (AHF) atau faktor IX.
AHF dalam mekanisme pembekuan darah intrinsik, membantu dalam poses
aktivasi faktor X manjadi faktor X
teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk aktivator protrombin,
di mana aktivator protrombin yang akan membantu proses pengubahan
protrombin menjadi trombin. Trombin inilah yang bekerja pada fibrinogen yang akan
membantu terbentuknya molekul fibrinogen monomer. Molekul fibrinogen monomer
inilah yang akan membentuk benang-benang fibrin yang panjang yang merupakan
reticulum bekuan darah .
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII atau IX,
maka tidak akan terbentuk benang-benang fibrin yang merupakan reticulum bekuan
darah sehingga darah sulit membeku (hemofila) karena malalui defisiensi faktor
VIII maupun IX, tidak akan terbenatuk faktor X teraktivasi yang membantu
pembentukan aktivator protrombin. Karena aktivator protrombin tidak terbentuk,
maka trombin juga tidak terbentuk. Hal
ini akan menagkibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin sehingga
pemebekuan darah sulit terjadi. Perdarahan di bagian dalam dapat mengganggu
fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi kaku dan lumpuh, bahkan
kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan kematian pada usia dini (Sylvia, 2006).
2.1.4
Manifestasi Klinik
·
Gejala khasnya : hematrosis (perdarahan sendi) yang nyeri
dan menimbulkan keterbatasan gerak. Pendarahan sendi
berulang dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan
ankilosis (fiksasi) sendi.
·
Memar besar dan meluas
dan pendarahan ke dalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat
trauma kecil.
·
Persendian yang bengkak, nyeri atau pembengkakan pada
tungkai atau lengan (terutama lutut atau siku) bila perdarahan terjadi.
·
Kebanyakan pasien
mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum mereka dewasa.
·
Perdarahan hebat karena luka potong yang kecil.
·
Hematuri spontan dan
perdarahan gastrointestinal dapat terjadi.
Sebelum tersedia konsentrat faktor VIII, kebanyakan
pasien meninggal akibat komplikasi hemofilia sebelum mereka mencapai usia
dewasa. Ada juga penderita hemofilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai
sekitar 5% dan 25% kadar faktor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak
mengalami nyeri dan kecacatan pada otot maupun pendarahan sendi, namun
mengalami perdarahan ketika cabut gigi atau operasi. Namun demikian, perdarahan
tersebut dapat berakibat fatal apabila penyebabnya tidak diketahui dengan
segera.
2.1.5
Pemeriksaan Fisik
§ Inspeksi
: adanya pendarahan akut maupun kronik, ada terlihatnya bengkak, memar, membran
mukasa dan kulit pucat, kelemahan, stomatitis.
§ Palpasi:
Terasa adanya benjolan, pada bagian tertentu yang disentuh akan terasa sakit.
NB
: Gejala dapat terlihat jika mengalami
kecelakaan, trauma yang mengakibatkan perdarahan.
·
Pemeriksaan fisik dapat
menunjukkan perdarahan selama periode eksaserbasi:
-
Pembentukan hematoma (subkutan
atau intramuscular)
-
Neuropati perifer karena
kompresi saraf perifer dan hemoragi intramuscular
-
Hemoragi intracranial- sakit
kepala, gangguan penglihatan, perubahan pada tingkat kesadaran, peningkatan TD
dan penurunan frekuensi nadi, serta ketidaksamaan pupil
-
Hematrosis- perdarahan pada
sendi
-
Hematuria
-
Epitaksis
2.1.6
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab. darah
Hemofilia A :
·
Defisiensi faktor VIII
·
PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
·
PT (Protrombin Time/ waktu
protombin) memanjang
·
TGT (Thromboplastin Generation Test) / diferential APTT dengan plasma
abnormal
·
Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
Hemofilia B :
·
Defisiensi faktor IX
·
PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
·
PT (Protrombin Time)/ waktu
protombin dan waktu perdarahan normal
·
TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum
abnormal
2.
Uji skrinning untuk koagulasi darah.
·
Jumlah thrombosit (normal)
·
Masa protrombin (normal)
·
Masa thromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan
factor koagulasi intrinsic)
·
Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan
thrombosit dalam kapiler)
·
Assys fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan
diagnosis)
·
Masa pembekuan thrombin
3. Biopsi hati (kadang-kadang)
digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
4. Uji fungsi hati (kadang-kadang)
digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati penyakit hati. Serum Glutamic
Pyruvic Transaminase (SGPT), Serum Glutamic Oxaloacetic Tansaminase (SGOT),
Fosfatase alkali, bilirubin.
5. Venogram (menunjukkan sisi actual
dari thrombus)
6. Ultrasonograph Dopples /
Pletismografi (menandakan aliran darah lambat melalui pembuluh darah)
2.1.7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang lazim dilakukan pada
klien ini adalah sbb:
·
Transfusi periodic dari plasma
beku segar (PBS)
·
Pemberian konsentrat faktor
VIII dan IX pada klien yang mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya
pencegahan sebelum pencabutan gigi dan pembedahan
·
Hindari pemberian aspirin atau
suntikan secara IM
Terapi Suportif
yangDdiberikan Pada Klien dengan Hemofilia
·
Pengobatan rasional pada
hemofilia adalah menormalkan kadar faktor anti hemophilia yang kurang.Namun ada
beberapa hal yang harus diperhatikan:
·
Melakukan pencegahan baik
menghindari luka atau benturan
·
Merencanakan suatu tindakan
operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
·
Untuk mengatasi perdarahan akut
yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti rest, ice, compression,
elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
·
Kortikosteroid, pemberian
kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada
sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian
prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala
sisa berupa kaku sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta
menurunkan kualitas hidup pasien hemophilia
·
Analgetika. Pemakaian
analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan
sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus
dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)
·
Rehabilitasi medik
Terapi Pengganti Faktor
pembekuan
·
Pemberian faktor pembekuan
dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi)
sehingga pasien hemophilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk
mencapai tujuan tsb dibutuhkan faktor anti hemophilia (AHF) yang cukup banyak
dengan biaya yang tinggi.
·
Terapi pengganti faktor
pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan dengan memberikan FVIII atau FIX,
baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak
faktor-faktor pembekuan tsb. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari
sampai luka atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi.
2.1.8
Komplikasi
1.
Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang
dilihatnya sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah
konsentrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu
inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII
atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. Pada penderita
hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat faktor, reaksi penolaksan mulai
terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti konsentrat faktor dihancurkan
sebelum ia dapat menghentikan pedarahan. Pada
sekitar dua pertiga kasus, inhibitor menghilang sendiri atau dengan pengobatan
yang dikenal sebagai terapi toleransi imun (ITT) atau induksi toleransi imun
(ITI). Pada kasus hemofilia A berat dengan inhibitor menetap, konsentrat
faktor lainnya, seperti berkonsentrasi protrombin diaktifkan faktor kompleks
atau VIIA rekombinan, yang diberikan untuk upaya membantu kontrol pendarahan. 7,10
2.
Kerusakan sendi akibat perdarahan
berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh
perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang
menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis).
Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada
sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan makin banyak
perdarahan makin besar kerusakan. Sendi yang paling sering rusak adalah sendi
engsel seperti :10
a.
Lutut
b.
Pergelangan kaki
c.
Siku
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan
terhadap tekanan dari samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi
peluru yang mempunyai penunjang lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti :
a.
Panggul
b.
Bahu
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang mengalami perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
3. Infeksi yang
ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahu terakhir, komplikasi hemofilia yang
paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia
banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C.
Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari
konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal.
2.2 Konsep
Keperawatan
2.2.1
Pengkajian
a. Aktivitas
Tanda : Kelemahan otot
Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan
aktivitas.
b. Sirkulasi
Tanda : kulit, membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/
tanda perdarahan serebral
Gejala : Palpitasi
c. Eliminasi
Gejala : Hematuria
d. Integritas Ego
Tanda : Depresi, menarik diri, ansietas, marah.
Gejala : Perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.
e. Nutrisi
Gejala : Anoreksia, penurunan berat badan.
f. Nyeri
Tanda :.Perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
Gejala : Nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
g. Keamanan
Tanda : Hematom
Gejala : Riwayat trauma ringan.\
§ Terjadi
perdarahan spontan pada sendi dan otot yang berulang disertai dengan rasa
nyeri dan terjadi bengkak.
nyeri dan terjadi bengkak.
§ Perdarahan
sendi yang berulang menyebabkan menimbulkan Atropati hemofilia
dengan menyempitnya ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang terbatas.
Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria yang
berlebihan, dan juga perdarahan otak.
dengan menyempitnya ruang sendi, krista tulang dan gerakan sendi yang terbatas.
Biasanya perdarahan juga dijumpai pada Gastrointestinal, hematuria yang
berlebihan, dan juga perdarahan otak.
§ Terjadi
Hematoma pada Extrimitas.
§ Keterbatasan
dan nyeri sendi yang berkelanjutan pada perdarahan.
2.2.2
Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif
2.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif akibat perdarahan
3.
Nyeri berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi
4.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan sendi
5.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi tubuh kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
6.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
7.
Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan
sekunder akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cedera
2.2.3
Intervensi Keperawatan
1. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan aktif
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x 24
jam, diharapkan perfusi jaringan perifer kembali efektif
Kriteria hasil : Tidak terjadi penurunan kesadaran,
pengisian kapiler baik, perdarahan dapat teratasi
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Kaji
pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau hemoragi
2.
Kaji yang mendasari dan banyaknya darah yang keluar
3.
Kaji TTV
4.
Bantu klien untuk meninggikan posisi kepala lebih tinggi daripada badan
Kolaborasi:
5. Pemberian tranfusi darah.
6.
Pemberian O2 sesuai indikasi
|
1. Untuk
mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada klien sehingga dapat menentukan
intervensi selanjutnya
2.
Dengan mengetahui penyebab perawat dapat mengkaji dan menghilangkan
penyebab. Banyaknya darah yang dikeluarkan dapat diberikan intervensi yang
tepat
3.
Untuk menentukan intervensi selanjutnya
4.
Posisi kepala lebih tinggi kira-kira 30 – 450 dapat
mempertahankan masukan O2 yang adekuat, agar kebutuhan tubuh
terhadap O2 dapat terpenuhi
5. Memperbaiki / menormalkan jumlah
sel darah merah dan meningkatkan kapasitas pembawa oksigen sehingga perfusi
jaringan menjadi adekuat.
6.
Pemberian O2 sesuai indikasi dapat memenuhi kebutuhan O2
klien
|
2. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif akibat
perdarahan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil :
·
Membrane mukosa lembab
·
Turgor kulit baik
·
Cairan masuk dan cairan keluar seimbang
·
TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60 –
100 kali per menit, RR: 16 – 20 kali per menit, Suhu: 36 - 370C
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1.
Kaji tingkat perdarahan dan pembekuan perdarahn klien
2.
Pertahankan istirahat di tempat tidur selama perdarahan aktif
3.
Hindarkan klien dari trauma yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan
4.
Ajari klien untuk mengkonsumsi makanan/meningkatkan intake makanan yang
kaya dengan vit K
5.
Awasi tingkat intake output klien dan tingkatkan intake bila terjadi
perdarahan hebat pada klien
Kolaborasi:
6.
Pemberian tranfusi produk-produk darah yang kurang pada komponen darah
klien yang mengganggu proses koagulasi seperti tranfusi plasma, faktor
VIII/IX
|
1.
Dengan mengetahui penyebab kurangnya volume cairan maka perawat dapat
menghilangkan penyebabnya, mengetahui tingkat perdarahan untuk pemberian
intevensi selanjutnya. Pembekuan darah yang abnormal berubungan dengan
penyakit klien.
2.
Istirahat yang teratur di tempat tidur, diharapkan membuat keadaan
klien rileks dan dapat menurunkan ketegangan. Perdarahanpun diharapkan dapat
diatasi.
3.
Trauma atau penyebab lain yang dapat menimbulkan perdarahan dapat
memperburuk kondisi klien dari kekurangan volume cairan.
4.
Vitamin K adalah asupan bagi tubuh yang dapat meningkatkan proses
koagulasi sehingga perdarahan pada klien dapat berkurang, dengan adanya
proses koagulasi yang normal serta hanya sedikit darah yang berbuang dan
keluar dari tubuh.
5.
Peningkatan intake yang diberikan pada klien diharapkan dapat
menyeimbangkan cairan yang keluar dari perdarahan.
6.
Tranfusi produk-produk darah yang kurang pada komponen darah klien
dapat melengkapi komponen darah yang kurang, mencegah perdarahan yang hebat,
dan proses pembekuan darah dapat terjadi dengan normal.
|
3. Nyeri
berhubungan dengan pendarahan dalam jaringan sendi
Tujuan
:
Setelah
diberikan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri klien terkontrol
Kriteria
Hasil :
·
Adanya laporan rasa nyeri klien berkurang
·
Ekspresi wajah klien tidak meringis
·
Klien tidak tampak gelisah
·
TTV dalam batas normal (TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60 –
100 kali per menit, RR: 16 – 20 kali pe menit, Suhu: 36 - 370C
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Kaji
keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas (skala 0-10)
2. Berikan
tindakan kenyamanan dasar contoh tekhnik relaksasi, perubahan posisi dengan
sering.
3.
Berikan lingkungan
yang tenang sesuai indikasi
4.
Dorong ekspresi perasaan
tentang nyeri
5. Berikan kompres hangat pada
lokasi nyeri
Kolaborasi
6. Berikan
analgetik, sesuai indikasi.
|
1. Perubahan
lokasi atau karakter atau intensitas nyeri dapat mengindikasikan
terjadinya komplikasi atau perbaikan.
2. Meningkatkan
relaksasi.
3. Menurunkan
reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensivitas pada suara – suara bising
dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
4. Pernyataan
memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
5. Meningkatkan
vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan
nyeri di lokasi yang paling dirasakan.
6.
Mungkin diperlukan untuk
menghilangkan nyeri yang berat serta meningkatkan kenyamanan dan istirahat.
Catatan : Narkotik mungkin merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan
ketidak-akuratan dalam pemeriksaan neurologis.
|
4. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan kerusakan sendi
Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan
tidak terjadi gangguan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil :
·
Klien mampu beradaptasi dengan keterbatasan fungsional tubuhnya
·
Tonus otot klien kuat
·
Klien mampu berpindah posisi dengan mandiri
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Kaji
kekuatan motorik, kemampuan secara fungsional
2. Pantau
tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi
3. Pertahankan
istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan. Jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang
tidak terganggu.
4. Bantu
dengan rentang gerak aktif/pasif, demikian juga latihan resisif dan isometric
jika memungkinkan.
5. Ubah
posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Bantu teknik pemindahan
dan penggunaan bantuan mobilitas.
6. Posisikan
dengan bantal,
7. Gunakan
bahan kecil/tipis di bawah leher
8. Dorong
pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, berjalan.
9. Berikan
lingkungan yang aman.
Kolaborasi:
10.
Konsul dengan ahli
terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.
11.
Berikan matras busa/pengubah
tekanan
12.
Berikan obat-obatan
sesuai indikasi seperti steroid
|
1. Menentukan
perkembangan/ munculnya kembali tanda yang
menghambat tercapainya tujuan pasien
2.
Tingkat
aktivitas/latihan tergantung dari perkembangan/resolusi dari proses
inflamasi.
3. Istirahat
sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang
penting untuk mencegah kelelahan, mempertahankan kekuatan.
4. Mempertahankan/meningkatkan
fungsi sendi, kekuatan otot, dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan
kekuatan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
5. Menghilangkan
tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri
dan kemandirian pasien. Teknik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan
abrasi kulit.
6. Meningkatkan
stabilitas jaringan (mengurangi risiko cedera) dan mempertahankan posisi
sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktur.
7. Mencegah
fleksi leher
8. Memaksimalkan
fungsi sendi, mempertahankan mobilitas.
9. Menghindari
cedera akibat kecelakaan/jatuh.
10. Berguna
dalam memformulasi program latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan
individual dan dalam mengidentifikasikan alat/bantuan mobilitas.
11. Menurunkan
tekanan pada jaringan yang udah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas.
12. Mungkin
dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.
|
5.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perdarahan
gastrointestinal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan …… x 24 jam anak mampu mempertahankan berat badan yang stabil
Kriteria hasil :
·
Asupan nutrisi adekuat
· Berat badan normal
Intervensi
|
Rasional
|
1. Observasi dan catat masukan makanan anak
|
Mengawasi masukan kalori atau
kualitas kekurangan konsumsi makanan
|
Berikan nutrisi yang adekuat secara kualitas maupun
kuantitas.
|
Mencukupi kebutuhan kalori setiap hari.
|
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
|
Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai
dengan kalori
|
Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap
hari.
|
Anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan penurunan
berat badan dan malnutrisi yang serius.
|
Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
|
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
|
Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai
dengan indikasi
|
Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi
pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
|
6.
Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama
…x24 jam diharapkan klien tidak mengalami ansietas.
Kriteria Hasil :
·
Klien mengatakan ansietasnya
berkurang
·
Klien mengatakan mampu
mengontrol ansietas
·
Klien mampu beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi pada klien
·
Klien menunjukkan penurunan
respon stress
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Catat
adnaya, kegelisahan, menolak, dan/ atau menyangkal (afek tak tepat atau
menolak mengikuti program medis)
2. Bina
hubungan saling percaya
3. Dorong
pasien/ orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi
pertanyaan dan masalah.
4. Berikan
privasi untuk pasien dan orang terdekat
Kolaborasi:
5. Berikan
anticemas/ hipnotik sesuai indikasi, contoh: diazepam (valium), flurazepam
(dalmane), lorazepam (ativan)
|
1. Mengatahui
drajat kecemasan klien
2. Dapat
mengurangi kecemasan klen
3. Berbagi
informasi membentuk dukungan/ kenyamanan dan dapat menghilangkan ketegangan
terhadap khekawatiran yang tidak diekspresikan
4. Memungkinkan
waktu untuk mengekspresikan perasan, menghilangkan cemas dan prilaku adaptif
5. Meningkatkan
relaksasi/ istirahat dan menurunkan rasa cemas
|
7.
Resiko tinggi injuri berhubungan
dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai dengan seringnya
terjadi cedera
Tujuan/Kriteria hasil : Injuri dan kompllikasi dapat dihindari/tidak terjadi.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
1. Pertahankan keamanan tempat tidur
klien, pasang pengaman pada tempat tidur
2. Hindarkan dari cedera, ringan –
berat
3. Awasi setiap gerakan yang
memungkinkan terjadinya cedera
4. Anjurkan pada keluarga untuk
segera membawa pasien ke RS jika terjadi injuri
5. Jelaskan pada keluarga pentingnya
menghindari cedera.
|
1. Jaringan rapuh dan gangguan
mekanisme pembekuan menigkatkan resiko perdarahan meskipun cidera /trauma
ringan
2. Pasien hemofilia mempunyai resiko
perdarhan spontan tak terkontrol sehingga diperlukan pengawasan setiap
gerakan yang memungkinkan terjadinya cidera
3. Identifikasi dini dan pengobatan
dapat membatasi beratnya komplikasi
4. Keluarga dapat mengetahui manfaat
dari pencegahan cidera/ resiko perdarahan dan menghindari injuri dan
komplikasi.
5. Menurunkan resiko cidera /trauma
|
2.2.4
Evaluasi
1. Tidak terjadi penurunan tingkat
kesadaran, pengisian kapiler berjalan normal, perdarahan dapat teratasi.
2. Menunjukkan perfusi yang adekuat
misalnya:
b.
Membran mukosa berwarna merah muda.
c.
Mental kembali seperti biasa
3. Menunjukkan keseimbangan cairan yang
adekuat dibuktikan oleh haluaran urine individu tepat dengan berat jenis mendekati
normal, tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan
pengisian kapiler normal
4.
Nyeri dapat teratasi
5. Dapat melakukan mobilisasi fisik
secara normal
6. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
7. Ansietas dapat teratasi
8. Injuri dan kompllikasi dapat
dihindari/tidak terjadi.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan
mengenai faktor pembekuan yang diturunkan melalui gen resesif pada kromosom x
dari kromosom sex. Dialami oleh pria dengan ibu karier hemofilia dan sering
pada bayi dan anak-anak. Tindakan keperawatan dilakukan dengan tujuan
meminimalkan komplikasi. Salah satu upayanya dengan memberikan infromasi pada
keluarga tentang perawatan di rumah
3.2
Saran
Diharapkan
perawat lebih mengerti tentang hemofilia,dan disarankan perawat lebih
banyak lagi mencari informasi tentang hemofilia sehingga lebih bisa menambah
wawasannya sehingga dalam aplikasi pada pasien hemofilia lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Price,
Sylvia A, 2003. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suddart,
& Brunner. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Anonim. 2011. Hemofilia.
http://medlinux.blogspot.com/2011/03/ hemofilia.html. (diakses : 27 Maret 2012).
Betz,Cecily Lynn.2009.Buku Saku
Keperawatan Pediatri.Jakarta : ECG
Hidayat,Aziz Alimul.2006.Pengantar
Ilmu Keperawatan Anak.Jakarta : Salemba medika.
Permono,Bambang.2005.Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak.Ikatan dokter anak.
Doenges,Marillyn
E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Carpenito
– Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kamus
Kedokteran Dorland. 1994. Ed.26. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton
dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Panduan
Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Mansjoer,
Arif. dkk, Kapita Selekta Kedokteran,
Ed3. Media Aesculapius. FK UI. 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar