BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari
uterus yang utuh melalui operasi abdomen.Di negara-negara maju, angka sectio
caesarea meningkat dari 5 % pada 25 tahun yang lalu menjadi 15 %. Peningkatan
ini sebagian disebabkan oleh “mode”, sebagian karena ketakutan timbul perkara
jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena pola kehamilan,
wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak.
Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea
yang disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasi untuk sectio caesaria adalah
disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11% pernah
sectio caesaria 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7%
dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5%
sedangkan kematian janin 14,5%.
Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa
sebenarnya angka kesakitan dan kematian ibu pada tindakan operasi sectio
caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Angka kematian
langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan
angka kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan dengan persalinan normal hanya
sekitar 9 per 1000 kejadian.
WHO (World Health Organization) menganjurkan operasi
sesar hanya sekitar 10 15 % dari
jumlah total kelahiran. Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis
resiko-resiko yang muncul akibat sesar. Baik resiko bagi ibu maupun bayi.
1.2
Rumusan
Masalah
a
Apa definisi dari
SECTIO CESAREA ?
b
Apa saja etiologi
dari SECTIO CESAREA ?
c
Bagaimana prognosis
dari SECTIO CESAREA ?
d
Apa saja
jenis-jenis dari SECTIO CESAREA ?
e
Bagaimana
patofisiologi dari SECTIO CESAREA ?
f
Apa saja komplikasi
yang di timbulkan dari SECTIO CESAREA ?
g
Apa saja pemeriksaan
penunjang yang di lakukan pada SECTIO CESAREA ?
h
Bagaimana
penatalaksanaan medis dan penatlaksanaa keperawatan pada SECTIO CESAREA ?
1.3
Tujuan Penulisan
a
Untuk mengetahui definisi
dari Sectio cesarea
b
Untuk mengetahui apa
saja etiologi dari Sectio cesarea
c
Untuk mengetahui bagaimana
prognosis dari Sectio cesarea
d
Untuk mengetahui apa
saja jenis-jenis dari Sectio cesarea
e
Untuk mengetahui bagaimana
patofisiologi dari Sectio cesarea
f
Untuk mengetahui apa
saja komplikasi yang di timbulkan dari Sectio cesarea Untuk mengetahui apa saja
pemeriksaan penunjang yang di lakukan pada Sectio cesarea
g
Untuk mengetahui bagaimana
penatalaksanaan medis dan penatlaksanaa keperawatan pada Sectio cesarea
BAB
II
KONSEP
MEDIS
2.1 Definisi
Sectio
caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram.
Sectio
Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada
dinding uterus yang utuh.
Sectio
caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus.
Sectio
caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk
melahirkan janin dari dalam rahim.
Gambar 2.1 Sectio Cesarea
2.2 Etiologi
Indikasi ibu
dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban
pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat
diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a
CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo
Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
b
KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
c
Bayi Kembar
Tidak
selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu
bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
d
Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya
gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
e
Kelainan Letak Janin
·
Kelainan pada letak kepala
-
Letak kepala tengadah
Bagian
terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil
atau mati, kerusakan dasar panggul.
·
Letak Sungsang
-
Letak sungsang merupakan keadaan
dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada
di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki
tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
2.3 Prognosis
Dulu angka morbiditas
dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang, oleh karena
kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan
darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu
pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh
tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000. Nasib janin yang
ditolong secara sectio caesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum
dilakukan operasi. Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan antenatal
yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal
sekitar 4-7 %.
2.4 Jenis-jenis SC
a Sectio
cesaria transperitonealis profunda
Sectio
cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi
pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan
pembedahan ini adalah:
·
Pendarahan luka insisi tidak
seberapa banyak
·
Bahaya peritonitis tidak besar.
·
Perut uterus umumnya kuat sehingga
bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga
luka dapat sembuh lebih sempurna.
b Sectio cesaria
klasik atau section cecaria corporal
Pada cectio
cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah
dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section
cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
c
Sectio cesaria ekstra peritoneal
Sectio
cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi
perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini
sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uterin berat.
d
Section cesaria Hysteroctomi
Setelah
sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
·
Atonia uteri
·
Plasenta accrete
·
Myoma uteri
·
Infeksi intra uteri berat
2.5 Patofisiologi
Adanya
beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak
dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam,
partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses
operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami
imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya
kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu
melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya
informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf -
saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
2.6 Komplikasi
Yang sering
terjadi pada ibu SC adalah :
a.
Infeksi puerperial : kenaikan suhu
selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
·
Ringan, dengan suhu meningkat dalam
beberapa hari
·
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi
disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
·
Berat,
peritonealis, sepsis dan usus paralitik
b.
Perdarahan : perdarahan banyak bisa
terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka
atau karena atonia uteri.
c.
Komplikasi-komplikasi lainnya antara
lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
d.
Kurang kuatnya parut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a.
Elektroensefalogram ( EEG ) : Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b.
Pemindaian
CT : Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c.
Magneti resonance imaging (MRI) : Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan
magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d.
Pemindaian positron emission
tomography ( PET ) : Untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e.
Uji
laboratorium
·
Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
·
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
·
Panel elektrolit
·
Skrining
toksik dari serum dan urin
·
AGD
·
Kadar
kalsium darah
·
Kadar natrium darah
·
Kadar magnesium darah
2.8 Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan
Medis
Pemberian
obat-obatan
·
Antibiotik
Cara
pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
·
Analgetik dan obat untuk
memperlancar kerja saluran pencernaan
-
Supositoria = ketopropen sup 2x/24
jam
-
Oral = tramadol tiap 6 jam atau
paracetamol
-
Injeksi = penitidine 90-75 mg
diberikan setiap 6 jam bila perlu
-
Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
b. Penatalaksanaan Keperawatan
·
Perawatan
awal
- Letakan
pasien dalam posisi pemulihan
- Periksa
kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian
tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai
sadar
- Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
- Transfusi
jika diperlukan
- Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
·
Diet
Pemberian
cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih
dan air teh.
·
Mobilisasi
Mobilisasi
dilakukan secara bertahap meliputi :
-
Miring kanan dan kiri dapat dimulai
sejak 6 - 10 jam setelah operasi
-
Latihan pernafasan dapat dilakukan
penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
-
Hari kedua post operasi, penderita
dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
-
Kemudian posisi tidur telentang
dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
-
Selanjutnya selama berturut-turut,
hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan,
dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
· Perawatan
luka
-
Kondisi balutan luka dilihat pada 1
hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Untuk
mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan
segmen bawah Rahim maka perlu dilakukan section caesarea. Sectio caesarea
dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa,
sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea
dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
3. 2 Saran
Hendaknya
petugas kesehatan dalam menentukan tindakan persalinan dengan sectio caesarea
terhadap seorang ibu yang akan melahirkan tetap berpedoman pada indikasi yang
dipersyaratkan atau sesuai dengan ketentuan medis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC.
Bobak.
2006. Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi 4. Jakarta : EGC.
Cunningham, Gary F.
2006. Obstetri Williams edisi 21 volume 1. Jakarta : EGC. Hal 466
Muchtar. 2007. Obstetri patologi,
Cetakan I. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta
: PT Gramed
Sarwono Prawiroharjo.
2009. Ilmu Kebidanan,
Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
http://www.katalogibu.com/kehamilan/proses-kehamilan-mulai-awal-hamil-hingga-melahirkan.html
Di akses Tanggal 22 Februari 2016 Pukul 14.45 WITA
http://www.mediskus.com/wanita/proses-persalinan Di akses Tanggal 22 Februari 2016 Pukul 14.55
WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar